RANGKUMAN HUKUM PIDANA II
![]() |
ZULFIKAR MUIS
10500110122
ILMU HUKUM Vi
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI MAKASSAR
FAKULTAS
SYARI’AH DAN HUKUM TAHUN AJARAN 2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Tindak Pidana Terhadap Nyawa (kejahatan)
Suatu kejahatan yang termuat dalam buku II KUHP dengan
macam-macam bentuk, sifat, dan akibat hukumnya. Salah satu bab yang termaktub
didalamnya menjelaskan tentang kejahatan terhadap nyawa (pasal 338-350).
Kejahatan terhadap nyawa yang dapat disebut dengan atau merampas jiwa orang
lain. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan atau
merampas jiwa orang lain adalah pembunuhan. Kejahatan yang tercantum dalam
pasal 338-350 dengan segala unsur yang berbeda, sehingga memunculkan macam-macam
kejahatan diantaranya kejahatan itu ditujukan terhadap jiwa manusia, jiwa anak
yang sedang atau baru dilahirkan, dan kejahatan yang ditujukan terhadap anak
yang masih dalam kandungan.
Unsur yang melandasi tindak kejahatan terhadap tubuh dapat
membedakan hukuman yang dapat dijatuhkan kepadanya, unsur yang dapat
membedakannya adalah unsur yang subyektif dan unsur obyektif. Oleh karena itu,
dapatlah ditarik sebuah hal yang menarik dalam rangkaian pertanyaan,
diantaranya:
a.
Apa sebenarnya pengertian dari kejahatan terhadap nyawa?
b.
Bagaimana bentuk dan unsur dari tindakan kejahatan terhadap nyawa?
c.
Akibat hukum yang diberikan kepada pelaku kejahatan terhadap nyawa?.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kejahatan
terhadap nyawa adalah penyerangan terhadap nyawa orang lain. Kepentingan hukum
yang dilindungi dan yang merupakan obyek kejahatan ini adalah nyawa (leven)
manusia. Hal ini termuat dalam KUHP bab XIX dengan judul “kejahatan terhadap
nyawa” yang diatur dalam pasal 338-350. Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP
dapat dibedakan atau dikelompokkan atas 2 dasar, yaitu:
1. Atas dasar unsur kesalahannya
Berkenaan
dengan tindak pidana terhadap nyawa tersebut pada hakikatnya dapat dibedakan
sebagai berikut:
a.
Dilakukan dengan sengaja yang diatur dalam pasal bab XIX KUHP
b.
Dilakukan karena kelalaian atau kealpaan yang diatur bab XIX
c.
Karena tindak pidana lain yang mengakibatkan kematian yang diatur dalam pasal 170, 351 ayat 3, dan lain-lain.
2. Atas dasar obyeknya (nyawa)
Atas
dasar obyeknya (kepentingan hukum yang dilindungi), maka kejahatan terhadap
nyawa dengan sengaja dibedakan dalam 3 macam, yaitu:
a.
Kejahatan terhadap nyawa orang pada umumnya, dimuat dalam pasal 338, 339, 340,
344, 345.
b. Kejahatan terhadap nyawa bayi pada saat
atau tidak lama setelah dilahirkan, dimuat dalam pasal 341, 342, dan 343.
c.
Kejahatan terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan ibu (janin),
dimuat dalam pasal 346, 347, 348, dan 349.
Kejahatan terhadap nyawa ini disebut delik materiil yakni
delik yang hanya menyebut sesuatu akibat yang timbul tanpa menyebut cara-cara
yang menimbulkan akibat tersebut. Perbuatan dalam kejahatan terhadap nyawa
dapat berwujud menembak dengan senjata, api, menikam dengan pisau, memberikan
racun dalam makanan, bahkan dapat berupa diam saja dalam hal seseorang berwajib
bertindak seperti tidak memberikan makan kepada seorang bayi.
Timbulnya tindak pidana materiil sempurna, tidak semata-mata
digantungkan pada selesainya perbuatan, melainkan apakah dari wujud perbuatan
itu telah menimbulkan akibat yang terlarang ataukah belum atau tidak. Apabila
karenanya (misalnya membacok) belum mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain,
kejadian ini dinilai baru merupakan percobaan pembunuhan (338 jo 53),dan belum
atau bukan pembunuhan secara sempurna sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 338.
Dan apabila dilihat dari sudut cara merumuskannya, maka tindak pidana materiil ada 2 macam, yakni:
Dan apabila dilihat dari sudut cara merumuskannya, maka tindak pidana materiil ada 2 macam, yakni:
1.
Tindak pidana materiil yang tidak secara formil merumuskan tentang akibat yang
dilarang itu, melainkan sudah tersirat (terdapat) dengan sendirinya dari unsure
perbuatan menghilangkan nyawa dalam pembunuhan (338).
2.
Tindak pidana materiil yang dalam rumusannya mencantumkan unsur perbuatan atau
tingkah laku. Juga disebutkan pula unsur akibat dari perbuatan (akibat
konstitutif) misalnya pada penipuan (378)
B.
Bentuk Kejahatan terhadap Nyawa
Suatu perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa
dirumuskan dalam bentuk aktif dan abstrak. Bentuk aktif, artinya mewujudkan
perbuatan itu harus dengan gerakan dari sebagian anggota tubuh, tidak boleh
diam atau pasif, walaupun sekecil apapun, misalnya memasukkan racun pada
minuman, hal ini bukan termasuk bentuk aktif, namun termasuk bentuk abstrak,
karena perbuatan ini tidak menunjuk bentuk kongkret tertentu. Oleh karena itu,
dalam kenyataan yang kongkret perbuatan itu dapat beraneka macam wujudnya,
seperti apa yang telah dicontohkan sebelumnya.
Perbuatan-perbuatan ini harus ditambah dengan unsur kesenjangan dalam salah satu dari tiga wujud, yaitu sebagian tujuan oog merk untuk mengadakan akibat tertentu, atau sebagai keinsyafan kepastian akan datangnya akibat itu opzet big zekerheidsbewustzijn, atau sebagai keinsyafan kemungkinan akan datangnya akibat itu opzet big mogelijn heidwustzujn.
Perbuatan-perbuatan ini harus ditambah dengan unsur kesenjangan dalam salah satu dari tiga wujud, yaitu sebagian tujuan oog merk untuk mengadakan akibat tertentu, atau sebagai keinsyafan kepastian akan datangnya akibat itu opzet big zekerheidsbewustzijn, atau sebagai keinsyafan kemungkinan akan datangnya akibat itu opzet big mogelijn heidwustzujn.
Dan oleh karena itu, tindak pidana kejahatan terhadap nyawa
yang dilakukan dengan diberi atau diberi kualitatif sebagai pembunuhan, yang terdiri
dari
1.Pembutuhan
biasa dalam bentuk pokok
Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja
(pembunuhan) dalam bentuk pokok, dimuat dalam pasal 338 yang dalam rumusannya
berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain di pidana
karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun”. Dalam pasal ini
terdapat unsur-unsur yang bersifat obyektif dan subyektif, apabila kita perinci
sebagai berikut: a. Unsur obyektif: - Perbuatan : menghilangkan nyawa -
Obyektif : nya orang lain
b.
Unsur subyektif: - Dengan subyektif: Dalam perbuatan menghilangkan nyawa (orang
lain) terdapat 3 syarat yang harus dipatuhi, yaitu:
1)
Adanya wujud perbuatan
2)
Adanya suatu kematian (orang lain)
3)
Adanya hubungan sebab dan akibat (casual verband) antara perbuatan dan akibat
kematian (orang lain)
Antara unsur subyektif sengaja dengan wujud perbuatan
menghilangkan terdapat syarat yang juga harus dibuktikan, ialah pelaksanaan
perbuatan menghilangkan nyawa (orang lain) harus tidak lama setelah timbulnya
kehendak (niat) untuk menghilangkan nyawa orang lain itu.
2.
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh tindak pidana lain
Pembunuhan yang dimaksudkan ini adalah sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 339, yang berbunyi: “Pembunuhan yang diikuti. Disertai atau didahului oleh suatu tindak pidana lain. Yang dilaksanakan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk menghindarkan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan benda yang diperolehnya secara melawan hukum, pidana dengan pidana penjara seumur hidup atau sementara waktu, paling lama 20 tahun.” Apabila rumusan tersebut dirinci, maka terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
Pembunuhan yang dimaksudkan ini adalah sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 339, yang berbunyi: “Pembunuhan yang diikuti. Disertai atau didahului oleh suatu tindak pidana lain. Yang dilaksanakan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk menghindarkan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan benda yang diperolehnya secara melawan hukum, pidana dengan pidana penjara seumur hidup atau sementara waktu, paling lama 20 tahun.” Apabila rumusan tersebut dirinci, maka terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
a.
Semua unsur pembunuhan (obyektif dan subyektif) dalam pasal 338.
b.
Yang (1) diikat, (2) disertai, atau (3) didahului oleh tindak pidana lain.
c. Pembunuhan itu dilakukan dengan maksud:
c. Pembunuhan itu dilakukan dengan maksud:
1)
Untuk mempersiapkan tindak pidana lain.
2)
Untuk mempermudah pelaksanaan tindak pidana lain.
3)
Dalam hal tertangkap tangan ditujukan untuk menghindarkan diri sendiri maupun
peserta lainnya dari pidana, atau untuk memastikan penguasaan benda yang
diperolehnya secara melawan hukum dari tindak pidana lain itu.
Kejahatan pasal 339, kejahatan pokoknya adalah pembunuhan,
suatu bentuk khusus pembunuhan yang diperberat pada semua unsur yang disebabkan
dalam butir b dan c. Dalam dua butir itulah diletakkan sifat yang memberatkan
pidana dalam bentuk pembunuhan khusus ini.
Dalam pembunuhan yang diperberat ini sebetulnya terjadi 2
macam tindak pidana sekaligus, ialah yang satu adalah pembunuhan biasa dalam
bentuk pokok (338) dan tindak pidana lain (selain pembunuhan). Apabila
pembunuhannya telah terjadi, akan tetapi tindak pidana lain ini ia belum
terjadi, misalnya membunuh untuk mempersiapkan pencurian dimana pencuriannya
itu belum terjadi, maka kejahatan 339 tidak terjadi.
3.
Pembunuhan berencana (moord) Pembunuhan dengan rencana lebih dulu atau
disingkat dengan pembunuhan berencana, adalah pembunuhan yang paling berat
ancaman pidananya dari seluruh bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, hal ini
diatur dalam pasal 340 KUHP yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja dan
dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dipidana karena
pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun”.
Dari pasal tersebut, pembunuhan berencana terdiri dari
unsur-unsur:
a.
Unsur subyektif
1)
Dengan sengaja
2)
Dan dengan rencana terlebih dahulu
b.
Unsur Obyektif
1)
Perbuatan : menghilangkan nyawa
2)
Obyeknya : nyawa orang lain.
Pembunuhan berencana terdiri dari pembunuhan dalam arti
pasal 328 ditambah dengan unsur dengan rencana terlebih dahulu. Dibandingkan
dengan pembunuhan dalam 338 maupun 339 diletakkan pada adanya unsur dengan
rencana terlebih dahulu itu.
Pengertian dengan rencana lebih dahulu menurut M.V.T.
pembentukan pasal 340, antara lain: “Dengan
rencana lebih dahulu” diperlukan saat pemikiran dengan tenang dan berfikir
dengan tenang. Untuk itu sudah cukup jika si pelaku berfikir sebentar saja
sebelum atau pada waktu ia akan melakukan kejahatan sehingga ia menyadari apa
yang dilakukannya”.Mr. M.H. Tirtaamidjaja mengatakan direncanakan lebih dahulu
bahwa ada sesuatu jangka waktu, bagaimana pendeknya untuk mempertimbangkan, dan
untuk berfikir dengan tenang.
Mengenai unsur dengan rencana terlebih dahulu, pada dasarnya
mengandung 3 syarat atau unsur, yaitu:
a.
Memutuskan kehendak dalam suasana tenang
b.
Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaan
kehendak.
c.
Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang.
Memutuskan kehendak dalam suasana tenang, adalah pada saat
memutuskan kehendak untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana batin yang
tenang. Susana batin yang tenang adalah suasana tidak tergesa-gesa atau
tiba-tiba, tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi yang tinggi. Ada tenggang
waktu yang cukup antara sejak timbulnya atau diputuskannya kehendak sampai
pelaksanaan keputusan kehendaknya itu. waktu yang cukup ini adalah relatif,
dalam arti tidak diukur dari lamanya waktu tertentu, melainkan bergantung pada
keadaan atau kejadian kongkret yang berlaku.
Mengenai syarat yang ketiga, berupa pelaksanaan pembunuhan
itu dilakukan dalam suasana batin tenang, bahkan syarat ketiga ini diakui oleh
banyak orang sebagai yang terpenting. Maksudnya suasana hati dalam saat
melaksanakan pembunuhan itu tidak dalam suasana yang tergesa-gesa, amarah yang
tinggi, rasa takut yang berlebihan dan lain sebagainya.
Tiga unsur atau syarat dengan rencana lebih dahulu
sebagaimana yang diterangkan di atas, bersifat kumulatif dan saling
berhubungan, suatu kebulatan yang tidak terpisahkan. Sebab bila sudah terpisah
atau terputus, maka sudah tidak ada lagi dengan rencana terlebih dahulu. Pasal
340 adalah pasal pembunuhan dengan pemberatan pidana di mana pembunuhan sebelum
dilaksanakan telah direncanakan terlebih dahulu.
4.
Pembunuhan bayi oleh ibunya
Pembunuhan
bayi oleh ibunya diatur dalam pasal 341 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
“Seorang
ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada ketika dilahirkan atau
tidak berapa lama sesudah dilahirkan karena takut ketahuan bahwa ia sudah
melahirkan anak di hukum karena pembunuhan anak dengan hukuman penjara
selama-lamanya tujuh tahun”.
Pembunuhan bayi oleh ibunya adalah pembunuhan oleh ibunya
sendiri dari seorang anak pada waktu atau tidak lama setelah dilahirkan, dan
yang didorong oleh ketakutan si ibu akan diketahui ia telah melahirkan anak.
Dalam rumusan pasal 341 itu mengandung unsur-unsur:
a.
Unsur-unsur obyektif yang terdiri dari:
1)
Petindaknya : seorang ibu
2)
Perbuatannya : menghilangkan nyawa
3)
Obyeknya : nyawa bayinya
4)
Waktunya : (1) Pada saat bayi dilahirkan
(2)
Tidak lama setelah bayi dilahirkan.
5)
Motifnya : karena takut diketahui melahirkan
b.
Unsur subyektif: dengan sengaja
Dalam hal ini yang dapat dijatuhi hukuman adalah seorang
ibu, baik kawin maupun tidak, yang dengan sengaja tidak direncanakan lebih
dahulu membunuh anaknya pada waktu dilahirkan atau tidak beberapa lama sesudah
anaknya pada waktu dilahirkan atau tidak beberapa lama sesudah dilahirkan,
karena takut ketahuan, bahwa ia sudah melahirkan anak. Kejahatan ini dinamakan
makar mati atau membunuh biasa anak (kinderdoodslag).
Adapun yang dimaksud dengan pada saat dilahirkan, yakni saat
atau waktu selama proses persalinan itu berlangsung, berarti betul-betul bayi
tersebut di bunuh sudah dalam proses kelahirannya, dan bukan sebelumnya dan
bukan pula setelahnya.
Perbuatan menghilangkan nyawa bagi bayi pada saat proses melahirkan ini dapat dilakukan:
1) Sebelum bagian tubuh bayi tampak dari luar tubuh ibu, misalnya dengan menekan atau memijat perut ibu tepat di atas tubuh bayi.
Perbuatan menghilangkan nyawa bagi bayi pada saat proses melahirkan ini dapat dilakukan:
1) Sebelum bagian tubuh bayi tampak dari luar tubuh ibu, misalnya dengan menekan atau memijat perut ibu tepat di atas tubuh bayi.
2)
Atau setelah bagian dari tubuh bayi tampak dari luar tubuh ibu, misalnya
memukul kepalanya.
5.
Pembunuhan bayi oleh ibunya secara perencana
Pembunuhan bayi berencana yang dimaksudkan di atas, adalah
pembunuhan bayi sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 342, yakni: “Seseorang ibu yang untuk melaksanakan
keputusan kehendak yang telah diambilnya karena takut akan ketahuan bahwa ia
akan melahirkan bayi, pada saat bayi dilahirkan nyawa bayinya itu, dipidana
karena pembunuhan bayinya sendiri dengan rencana dengan pidana penjara paling
lama 9 tahun.”
Pembunuhan bayi terencana tersebut mempunyai unsur-unsur
sebagai berikut: a. Petindak: Seorang ibu
b.
Adanya putusan kehendak yang telah diambil sebelumnya.
c.
Perbuatan: menghilangkan nyawa
d.
Obyek : nyawa bayinya sendiri
e.
Waktu : 1) pada saat bayi dilahirkan
2)
tidak lama setelah bayi dilahirkan
f.
Karena takut akan diketahui melahirkan bayi
g.
Dengan sengaja
Tenggang waktu bayi dilahirkan adalah tenggang waktu antara,
sejak timbulnya tanda-tanda akan melahirkan sampai dengan keluarnya atau
terpisahnya bayi dari tubuh ibu. Maka diambilnya keputusan kehendak untuk
membunuh itu adalah sebelum tanda-tanda tersebut timbul. Saat atau waktu
pengambilan keputusan kehendak sebelum timbulnya pertanda itu adalah syarat
mutlak untuk adanya unsur berencana dalam kejahatan pembunuhan bayi terencana.
Perbedaan
utama dengan kinderdoodslag, kehendak itu timbul, secara tiba-tiba pada saat
bayi sedang dilahirkan, atau pada saat tidak lama setelah bayi dilahirkan.
Dalam pengambilan kehendak ini ada perbedaan antara unsur
berencana dari pasal 342 dengan unsur berencana pada pasal 340. Perbedaan ini
adalah, kalau dalam hal pembentukan kehendak dari moord pasal 340 dilakukan
dalam keadaan atau suasana batin yang tenang, karena dalam suasana batin yang
ketakutan akan diketahui bahwa dia melahirkan bayi.
6. Pembunuhan atas permintaan korban
Hal
ini dimuat dalam pasal 344 yang berbunyi: “Barangsiapa
menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan tegas dan sungguh-sungguh dari
orang itu sendiri, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.”
Dengan
mengandung unsur:
a.
Perbuatan: menghilangkan nyawa.
b.
Obyek: nyawa orang lain.
c.
Atas permintaan orang itu sendiri.
d.
Yang jelas dinyatakan dengan sungguh-sungguh.
Pembunuhan atas permintaan sendiri (344) ini sering disebut
dengan euthanasia (mercy killing), yang dengan pidananya si pembunuh, walaupun
si pemilik sendiri yang memintanya, membuktikan bahwa sifat publiknya lebih
kuat dalam hukum pidana. Walaupun korbannya meminta sendiri agar nyawanya
dihilangkan, tetapi perbuatan orang lain yang memenuhi permintaannya itu tetap
dapat dipidana
7.
Penganjuran agar bunuh diri
Hal
ini diatur oleh pasal 345 KUHP dengan sanksi hukuman pidana penjara
selama-lamanya empat tahun.
8.
Pengguguran kandungan
Kata
pengguguran kandungan adalah terjemahan dari kata abortus provocateur yang
dalam kamus kedokteran diterjemahkan dengan membuat keguguran, pengguguran
kandungan diatur dalam KUHP pasal 346, 347, 348, dan 349. Unsur dalam
pasal-pasal tersebut, yaitu:
-
Janin
-
Ibu yang mengandung
-
Orang ketiga yaitu yang terlibat pada pengguguran tersebut.
Tujuan
adanya pasal-pasal tersebut adalah untuk melindungi janin yang ada dalam
kandungan si ibu.
C.
Akibat Hukum Pasal-pasal yang mengatur tentang tindak pidana tentang pembunuhan
menetapkan hukuman untuk pelaku pembunuhan.
Adapun
hukuman yang ditentukan adalah:
Bentuk
Kejahatan Sanksi
a.
Pembunuhan biasa
b.
Pembunuhan diskualifikasi
c.
Pembunuhan berencana Penjara 15 tahun
Penjara
20 tahun Penjara 20 tahun Seumur hidup Pidana mati
d.
Pembunuhan bayi oleh ibunya
e.
Pembunuhan bayi oleh ibunya secara berencana.
f.
Pembunuhan atas permintaan korban
g.
Pengguguran kandungan
1.
Biasa
2.
Tanpa izin si ibu
3.
Dengan izin si ibu Penjara 7 tahun Penjara 9 tahun Penjara 12 tahun Penjara 4
tahun 4 tahun
15
tahun
5
tahun 6 bulan, bila janinnya yang mati
7
tahun bila ibunya yang mati
BAB
III
KESIMPULAN
Kejahatan terhadap nyawa adalah berupa penyerangan terhadap nyawa
orang lain. Dalam hal ini suatu kejahatan terhadap nyawa diatur dalam pasal 338
sampai
dengan
350 dengan segala macam pembunuhan. Mengarah pada unsur obyektif, suatu
kejahatan terhadap nyawa dapat dilakukan dengan sengaja, karena kelalaian
kealpaan atau karena tindak pidana lain yang mengakibatkan kematian dan atas
dasar obyeknya suatu kejahatan terhadap nyawa orang pada umumnya, pada nyawa
bayi pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan, dan pada nyawa bayi yang
masih ada dalam kandungan itu.
Hukuman yang dapat diterima oleh pelaku pembunuhan
berbeda-beda sesuai dengan unsur yang melekat atasnya. Dengan pelaku kejahatan
ini dapat diberi hukuman:
a.
Penjara 15 tahun pada pembunuhan biasa
b.
Penjara seumur hidup atau sementara paling lama 20 tahun pada pembunuhan
untuk
melakukan tindak pidana lain.
c.
Pidana mati atau penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20
tahun pada pembunuhan berencana.
d.
Penjara 7 tahun pada pembunuhan bayi oleh ibunya
e.
Penjara 9 tahun pada pembunuhan bayi oleh ibunya secara berencana.
f.
Penjara selama-lamanya 12 tahun pada pembunuhan atas permintaan
g.
Penjara selama-lamanya 4 tahun pada penganjuran bunuh diri.
h.
Penjara 4 tahun pada pengguguran kandungan oleh ibu, 15 tahun penjara pada
pengguguran
kandungan tanpa izin perempuan yang mengandung, dan penjara selama-lamanya 5
tahun 6 bulan pada pengguguran kandungan dengan izin perempuan yang mengandung
dan padanya hanya janin yang mati, dan apabila yang mati itu perempuannya juga
maka si pelaku mendapat hukuman 7 tahun penjara.
DAFTAR
PUSTAKA
Chazawi,
Adami, 2004. Kejahatan Terhadap Nyawa, Jakarta : PT. Raja Grafindo. Mampaung,
Leden, 2000. Tindak Pidana terhadap Tubuh dan Nyawa, Jakarta: Sinar Grafika.
Moeljatno,
2001. Kitab Undang-undang Pidana, Jakarta: Bumi Aksara.
Projodikoro,
Wirjono, 2003. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung: Rafika
Aditama.
R.M.
Soeharto, 1993. Hukum Pidana Materiil, Jakarta: Sinar Grafika.
Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, 1996. Bogor: Politeia.
Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, 1996. Bogor: Politeia.
Sugandhi,
1981. KUHP dan Penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional.
Syarifin,
Pipin, 2000. Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Pustaka Setia. Tongat,2003.
Hukum Pidana Materiil, Jakarta: Djambatan.
Tresna,
1959. Azas-azas Hukum Pidana, Yogyakarta: UNPAD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar